Rabu, 18 Januari 2012

Penurunan Mutu Musik Indonesia






















Belakangan ini ketika menonton acara-acara musik di TV swasta nasional ada beberapa hal yang tampaknya masih merupakan ciri khas media Indonesia: latah. Latah yang dulu biasanya diidap para orang yang lanjut usia di negeri-negeri Asia Tenggara kini menjangkiti para pebisnis yang menguasai media hiburan tanah air.

Saya kira dulu hanya sinetron Indonesia yang sangat jauh tertinggal mutunya dibanding serial TV negara-negara seperti Amerika dan Asia Timur. Waktu saya remaja pada akhir 90 an hingga awal 2000an, saya sangat bersyukur akan mutu musik Indonesia yang menurut saya gak malu-maluin waktu itu. Perbedaannya dengan musik Amerika hanyalah selera dan bukan pada mutunya. Bahkan lagu-lagu Indonesia banyak dialih bahasakan di beberapa negara seperti Taiwan dan India, bahkan Amerika.

Sheila on 7 - Sephia



Qi Qin (Penyanyi Taiwan) - Sophia



Namun hal itu berubah semenjak menjamurnya band-band kacangan dengan mutu gorengannya yang laris manis di penjualan RBT.


Musik Indonesia Dulu

Lagu-lagu Nasional

Musik Indonesia sedari awal sudah sangat bermutu. Komposer-komposer Indonesia seperti WR Supratman sangat patut mendapat tempat di Musik kita. Sejak zaman pra kemerdekaan, musisi-musisi Indonesia yang menulis lagu-lagu wajib nasional menurut saya lebih unggul dibanding kebanyakan musisi di negara-negara berkembang lainnya. Coba saja dengarkan lagu-lagu nasional kita seperti Indonesia Raya dengan lagu-lagu nasional negara-negara lainnya, terdengar lebih kan secara mutu.


Lagu Anak-anak

Lagu-lagu anak pada waktu kita kecil pun selain memiliki lirik yang mendidik juga memiliki melodi yang baik. Pencipta lagu anak-anak seperti Ibu Sud, AT Mahmud, Pak Kasur, dll. Coba bandingkan melodi lagu "Pergi Belajar" atau lebih dikenal dengan liriknya "Oh Ibu dan ayah selamat pagi" ciptaan Ibu Sud dengan lagu anak-anak berbahasa Inggris seperti "Twinkle-twinkle", "Old McDonald", "BINGO". Lagunya Ibu Sud mengajarkan moral, sementara lagu-lagu yang tingkatnya lebih internasional hanya mengajarkan melodi. Lagu-lagu anak-Indonesia walaupun tidak semuanya, unggul di syair yang mengandung pesan moral untuk anak dengan melodi yang relatif sama mutunya (kalau bukan lebih baik) dengan lagu-lagu anak berbahasa Inggris.

Saat memasuki masa komersialisasi pun, saya kira Indonesia sangat maju untuk lagu anak-anak komersil. Penyanyi-penyanyi anak seperti Melisa, Enno Lerian, Bondan Prakoso, Agnes Monica, Trio Kwek-kwek, dll pada tahun 90an tampaknya tidak memiliki rekan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat yang unggul di Industri Musik secara keseluruhan. dan itu bahkan dimulai pada dekade sebelum 90an. Seperti penyanyi anak Cica Koeswoyo dll yang saya belum lahir pada masa mereka.


Lagu Dewasa

Saat mendengar lagunya Michael Jackson "I'll Be There" saya langsung teringat lagu yang jauh lebih lawas  "Surat Undangan." Adalah mustahil lagu Surat Undangan yang dibawakan Rita Zaharah pada tahun 1958 menjiplak lagu "I'll Be There" yang baru dikeluarkan tahun 1970. Yang pasti sebaliknya.









Selain itu sebenarnya masih banyak lagu-lagu karya musisi Indonesia yang sangat memiliki kelas. Musisi Indonesia seperti Almarhun Elfa Seciora dengan paduan suara didikannya banyak memenangi festival di tingkat dunia. Penyanyi-penyanyi sekelas Ruth Sahanaya, Trie Utami dan yang masih belia Gita Gutawa bahkan mengungguli peserta-peserta negara lain pada festival-festival internasional dengan skor yang jauh lebih tinggi.

Dan yang pasti bandingkan saja Anggun C Sasmi dengan para girl band Korea. Penikmat musik yang waras pasti bisa membedakan dengan baik.

Pernah dengar gak lagunya Monica - Angel of Mine? Tidak mungkin kebetulan mirip lagunya Girlband Indonesia 90 an Bening dengan lagu mereka "Apa Yang Kau Rasakan" yang dirilis kira-kira setahun sebelumnya. Bahkan sampai intro musiknya mirip. Namun, karena posisi mereka sebagai musisi negara Super Power itu lebih internasional dibanding musisi kita yang hanya setaraf ASEAN. Ya, nggak ada yang peduli kan? Tapi itu musik Indonesia sebelum era RBT.

Bening - Apa Yang Kau Rasakan


Monica - Angel of Mine



Musik Indonesia Sekarang

Menurunnya jumlah penjualan CD dan kaset dan meningkatnya nilai komersil dari RBT adalah pukulan telak untuk mutu musik Indonesia. Musisi Indonesia secara umum bersyukur dengan maraknya RBT. Karena untuk menutupi kerugian dari penjualan album asli yang kalah dengan bajakan, RBT memberikan kontribusi yang sangat baik bagi mereka.

Tapi sepertinya hal itu lebih berguna bagi para band yang lagunya dijadikan RBT oleh para penikmat musik Indonesia yang sedikit rendah tingkat intelektualnya. Tentu saya tidak akan menyebutkan nama-nama band tersebut. Yang jelas dari segi melodi lagu dan musik selain banyak menjiplak band-band luar, musik-musik mereka terdengar sangat kampungan untuk telinga saya.

Yang terparah adalah lirik (syair). Ide cerita dari lagu-lagu mereka beserta pilihan kata yang mereka rangkai sangatlah menunjukkan ketidakadaan unsur manusia yang memiliki intelegensia yang baik.

Prihatinnya tidak adanya lagu-lagu anak yang dinyanyikan anak-anak dan bersyair yang pas untuk anak-anak pada masa kini. Yang ada, anak-anak menyanyikan lagu dengan syair yang lebih pantas untuk remaja dan dewasa. To make things worst, para penyanyi anak yang tidak memiliki suara yang sebaik penyanyi anak zaman dulu itu turut tampil di acara musik anak muda. Ini yang membuat saya semakin tidak bisa menikmati acara musik Indonesia kebanyakan lagi.

Lalu pilihan musik pun saya jatuhkan pada musisi-musisi Indonesia 2008 ke bawah seperti Yovie n Nuno, Peterpan, dan Sheila on 7 yang jauh lebih pantas disebut musisi dibanding band-band sekarang yang lebih pantas disebut pengamen.


Latahnya TV-TV Swasta

Acara musik pagi yang dimulai SCTV dengan Inbox-nya menjadi trendsetter untuk TV-TV lain membuat tayangan serupa. Seperti RCTI dengan Dahsyat, Trans TV dengan Dering dan Indosiar dengan Hitzterianya. Dan tak ketinggalan ANteve  serta Global TV yang membuat acara musik mereka pada sore hari.

Yang jadi pokok pembicaraan bukan soal kelatahan mereka dalam membuat tayangan musik. Tapi pada para penyanyi dan band yang mereka pilih untuk tampil di acara tersebut. Alih-alih mereka menampilkan musisi dan penyanyi yang memiliki mutu baik, mereka menampilkan para band plagiat, anak-anak bau kencur dengan koreografi asal-asalannya serta penyanyi dari pemain sinetron yang bersuara tidak enak didengar. Semuanya hampir seragam, lebih memilih kelatahan dibanding mutu. Kalau yang seragam itu baik mutunya tentulah tak apa.

Dan sekarang ditengah gempuran Korean Wave menjamurlah boyband dan girlband di Musik Indonesia. Bedanya, para boyband dan girlband Korea itu melalui tahap audisi yang ketat, dan masa training yang baik secara waktu dan keintensifannya. Mereka berada dibawah manajemen profesional dengan produser-produser musik yang secara serius menggembleng mereka sehingga layak "dijual" di Asia bahkan dunia.

Beda dengan para boyband dan girlband Indonesia kini. Beda banget dengan AB Three dan Trio Libels.
Boyband dan Girlband Indonesia sekarang itu kebanyakan hanya punya satu single, dengan koreografi yang hanya itu itu dan sangat tidak inovatif. Saya heran entah dibidang mananya mereka punya nilai jual. Dari tampang banyak juga yang tidak layak, dari suara apalagi, dari koregrafi sudah jauh lebih baik peserta Indonesia Mencari Bakat.

Untuk kedepannya saya tidak melihat adanya lagi kepantasan untuk tetap memberikan ruang pada para penyanyi dengan mutu penyanyi kamar mandi dan band-band dengan mutu anak balita yang menabuh drum untuk berjaya di Musik Indonesia. Mereka telah merendahkan mutu Musik Indonesia seperti mutu Sinetron. Lebih baik menikmati musik Amerika dibanding musik dari band gak mutu seperti itu.

Tapi para penikmat musik Indonesia seperti saya ini tampaknya tidak punya pilihan  lain selain mematikan TV dan menikmati musik di MP3 player saya serta tentunya YouTube di mana saya punya pilihan . Ya nggak. :)





Teddy Amry

Senin, 09 Januari 2012

Memberikan Label Kepada Anak

Anak Kreatif         
Ada seorang ibu sedang berbelanja di supermarket bersama anaknya yang cukup aktif. Anak tersebut menjatuhkan beberapa barang di rak. Langsung saja ibunya berteriak marah, "Dasar anak bodoh, cepat rapikan." Ada ibu lainnya yang juga berbelanja di supermarket yang sama.

Dia juga membawa anaknya yang juga sama aktifnya. (namanya juga anak-anak). Si anak mengambil sebungkus makanan ringan dan tanpa disadarinya menjatuhkan beberapa barang dari rak yang membuatnya berserakan di lantai. Si ibu menegur si anak dengan mengatakan, "Itu perbuatan bodoh. Hati-hati kalau mengambil benda." (Diceritakan kembali dari buku Ajahn Brahm: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.)

Ibu yang pertama melabelkan "BODOH" pada anaknya sementara ibu kedua mengajarkan anaknya untuk tidak berbuat "BODOH".

Penting sekali untuk mengajarkan anak apa yang baik dilakukannya dan menunjukkan hal-hal yang dia dapat untuk tidak melakukannya. namun jika kita mencap si anak dengan perkataan tertentu apalagi kata-kata seperti "anak bodoh" "anak durhaka" "pemalas" dsb, itu artinya sama saja kita membentuk anak tersebut sesuai kata-kata tersebut. Miris sekali bukan? Apalagi kalau anak tersebut anak kita sendiri.

Walaupun kadang apa yang dilakukan si anak tidak sesuai dengan yang kita kehendaki, haram hukumnya mencap si anak dengan kata-kata yang tidak pantas. Alih-alih kita dapat menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Maka dalam hal ini  yang tidak baik adalah perbuatannya. Bukan si anak itu sendiri.

Mengapa itu sangat penting? Oh ya jelas sangat teramat penting. Karena....
Tahukah anda bahwa bagaimana cara berpikir kita sebagai oranng dewasa sangat ditentukan beberapa tahap perkembangan mental yang bahkan dimulai sebelum pembentukan embrio sampai dengan masa kanak-kanak usia 7 tahun.

Kemampuan akademis seorang anak, tingkat kecerdasannya dalam menghadapi persoalan hidup, kemampuan-kemampuan produktifitasa, kerentanan terhadap stress dan banyak faktor psikologis lainnya yang sangat berpengaruh terhadap mutu kehidupan yang dapat diraihnya bergantung banyak dari bagaimana ia dididik. Dan pendidikan yang paling utama bukanlah matematika dan sains, tapi mentalitas.

Jangan pernah mengucapkan "ah itu cuma sugesti." Karena sugesti itu adalah segala-galanya. Saya ulangi, "SUGESTI itu adalah segala-galanya."

Banyak diantara kita orang-orang dewasa yang sebenarnya memiliki potensi yang jauh melebihi apa yang kita kira kita miliki. Sangat banyak orang-orang ber IQ tinggi yang cuma jadi pegawai rendahan jika tidak dikatakan miskin, apalagi untuk tingkat pendidikannya. Itu karena apa? Banyak ditentukan bagaimana seseorang memandang ke dalam dirinya sendiri. Tentang label-label yang ia terima yang kebanyakan didapat dari perkataan-perkataan orang-orang terdekat seseorang terutama pada masa ia 7 tahun ke bawah.

Seseorang anak ber IQ tinggi dapat sangat sulit mengerjakan soal-soal Matematika yang relatif mudah jika saja dulu ia pernah sangat ketakutan dan menerima perkataan seperti "Kamu ini anak bodoh, soal matematika mudah saja kamu tidak bisa!" ditujukan untuk dirinya. Begitu juga jika ia sebagai orang yang sebenarnya memiliki potensi yang baik sewaktu kecil menerima perkataan dari orang tuanya seperti ini, "Kita ini orang susah, cari uang itu sulit." besar kemungkinan anak tsb pada masa dewasanya benar-benar akan kesulitan di bidang finansialnya.

Dan hal-hal lain sebagainya. Ketahuilah: "Bagaimana kita hidup ditentukan oleh pikiran kita."
Jadi selalulah berkata baik untuk diri sendiri. Jangan pernah memberi label apapun kepada seorang anak apalagi label yang buruk Biarkan mereka tumbuh dewasa atas pilihan-pilihan mereka sendiri. Jika ada perbuatan mereka yang kurang ajar, katakan pada mereka bahwa perbuatan itu ynag kurang ajar atau tidak sopan, jangan katakan bahwa merekanya yang kurang ajar. Maka lain waktu nak tersebut tidak akan mengulanginya, atau paling tidak pada masa yang akan datang. Jika seorang anak melakukan hal-hal yang mungkin kita sebut bodoh, katakan padanya bahwa perbuatannya yang bodoh, jangan katakan pada mereka bahwa mereka bodoh.

Bagaimana konsep diri kita menentukan bagaimana hidup kita.


Teddy Amry


Bacaan lebih lanjut:

Psikologi Positif
Peran Orangtua Menunjang Keberhasilan Hidup Anak
 

Teddy Amry Powered by Blogger