Kamis, 16 September 2010

Menyalahkan Pemerintah: Apakah Perlu?



Menurut saya:

"Kalau kita bersedia mengambil tanggung jawab seutuhnya atas hidup kita, maka kita akan berhenti mempersalahkan orang-orang lain atas apapun yang terjadi dalam hidup kita."


Tulisan ini saya buat bukan karena saya memihak atas pemerintahan yang sedang berkuasa apalagi saya turut menikmati hasil-hasil yang tidak pantas dari anggota parlemen negara ini.

Saya menulis ini dikarenakan saya merasakan keperhatinan yang sangat mendalam atas maraknya berbagai pihak yang selalu mencerca para petinggi negara baik itu pemerintah ataupun badan legislatif DPR.

Okelah mungkin Presiden kita kurang tegas dan dengan segala kemampuannya bagi sebagian orang dia terkesan lamban dan ragu-ragu. Mungkin juga banyak pihak yang lebih menyukai Jusuf Kalla dibandingkan wakil presiden yang sekarang Pak Boediono.

Namun tipe orang-orang tersebut hanyalah orang yang suka mencari-cari kekurangan dan cela orang lain.

Kita sadari di setiap masa pemerintahan di negara manapun selalu ada saja pihak-pihak yang tidak menyukai para pemimpin mereka.

Kita melihat dulu sewaktu orde baru masih berkuasa, ada pihak-pihak yang tidak menyukai kediktatoran Pak Harto di jaman itu. Lebih-lebih ketika beliau baru saja mengundurkan diri pada 21 mei 1998, saya masih ingat bahkan anak-anak yang baru bisa bicara hingga kakek nenek tak henti-hentinya menghujat Presiden RI ke-2 tersebut.

Namun keadaan terbalik 180 derajat tatkala kondisi negara yang kita cintai bukan membaik namun justru memburuk. Orang-orang yang sama yang dulu menghujat dan menyumpah serapah kini mengagung-agungkan beliau ketika dirasa kondisi ekonomi dan bermasyarakat jauh lebih tenteram pada masa pemerintahannya.

Saya sendiri tidak termasuk orang-orang yang menghujat beliau pada masa apapun dan tidak mengagung-agungkan beliau sampai kapanpun.

Sebagai anak bangsa dan masih sebagai rakyat biasa, saya bersyukur kepada Tuhan dan berterimakasih kepada Pak Harto (senoga dia sejahtera di alam sana) atas semua jasa-jasanya selama 32 tahun mengabdi untuk negeri ini. Saya yakin semua orang punya salah karena kita tidak sempurna. Kita sadari siapa sih yang tidak meiliki aib dan dosa? Kita bukan Nabi kan? Begitu pula Semua pemimpin-pemimpin kita baik yang telah lalu dan yang masih berkuasa.

Sekarang setelah 12 tahun paska orde baru, kondisi perekonomian negara kita jauh lebih baik dibanding Krisis Keuangan Asia tahun 1997 - 1998. Bahkan negara-negara maju dunia menghadapi Krisis Ekonomi Global. Untunglah negara kita tidak begitu terpengaruh walaupun mengalami sedikit perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan jumlah ekspor. Ini dikarenakan negara berpenduduk 240 juta ini tidak terlalu bergantung pertumbuhan ekonominya terhadap ekspor namun lebih kepada konsumsi dalam negeri yang menyumbang lebih dari separuh PDB.

Namun pihak-pihak tertentu masih menyangkal hal yang patut disyukuri itu dengan mengatakan "Indonesia ini sudah mampu bertahan dari terpaan krisis dengan sendirinya dikarenakan kita memiliki sumber daya alam yang melimpah dan dengan jumlah penduduk yang besar yang mampu menyerap produk barang dan jasa tanpa harus terlalu bergantung pada ekspor." Saya ragu apakah orang-orang tersebut mampu mengurus negara sekompleks Indonesia ini.

Sekali lagi saya tidak berada di pihak pemerintah atau manapun. Saya hanya menyampaikan suara hati saya, "Please be fair." Pemimpin kita sudah dibebani begitu banyak PR mengurus negara ke-4 terbesar di dunia ini dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Jadi tolong dong jangan menambah beban pemikiran lagi kepada mereka. Biarkan Bapak-bapak dan Ibu-ibu di sana bekerja dengan tenang tanpa harus kalian ganggu. Apakah kalian mampu lebih baik dari mereka? Lalu apakah kalian terpilih? Tidak kan. Tidak cukup orang bersedia memilih kalian. Diam dulu ya.

Selasa, 08 Juni 2010

Menyikapi Kepedulian

Teddy Amry



Saya kira peduli bukan berarti kita harus tahu segala detil apa yang terjadi kepada orang/ apapun yang kita pedulikan tersebut.

Jumat, 04 Juni 2010

Belajar dari Bayi: Ketangguhan

“Ketika satu pintu tertutup, pintu-pintu lain terbuka. Namun kita terlalu lama memandangi pintu yang tertutup itu dengan penuh penyesalan. Sehingga tidak melihat pintu-pintu lain yang dibukakan untuk kita“


Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata bayi? Lemah, menangis, polos, tidak bisa melakukan segala hal sendiri? Mungkin mereka lucu.
Tapi ketahuilah ada banyak anugerah Tuhan yang belum disadari oleh banyak orang melekat pada diri seorang bayi. Ada begitu banyak keistimewaan yang saya, anda, dan semua orang miliki ketika kita masih merupakan seorang mahluk kecil yang belum terkontaminasi.
Mengapa saya katakan belum terkontaminasi atau belum tercemar? Semua adalah karena seiring berjalannya waktu kita kehilangan atau mengabaikan bakat-bakat alami tersebut. Namun kita hanya membicarakan salah satu saja dari semua itu: Ketangguhan!

Kita melihat orang-orang yang begitu bersemangat melakukan suatu hal. Lalu kemudian gagal dan sampai hari ini memvonis diri mereka sendiri tidak mampu melakukan hal tersebut. Mereka mengurung diri secara fisik dan psikologis dari setiap kesempatan lain yang datang untuk mengulangi atau mencoba sesuatu hal baru untuk kesuksesan mereka. Oleh karena itu, kita memiliki sebuah dunia yang dipenuhi orang-orang yang putus asa dan menganggap diri mereka gagal. Padahal TIDAK.
Semua hanya karena perasaan JERA.
“Jera dalam berupaya untuk mendapat hal-hal baik untuk hidup kita adalah seperti mengikat tali pada sebatang pohon ke satu kaki di saat kaki yang lain berusaha berjalan. Itu bodoh!”
Padahal…
Perhatikanlah bayi yang baru belajar jalan! Saat kita membantunya untuk pertama kali berdiri. Dia bahkan tidak sanggup melakukannya. Kaki-kakinya yang mungil itu belum terbiasa menopang bobot tubuhnya. Berkali-kali, lagi dan lagi kita membantunya berdiri. Dia jatuh lagi. Tapi apa, dia tetap bangkit lagi.
Bayi ini akhirnya dapat berdiri sendiri tanpa bantuan kita lagi. Wuh, melelahkan juga.
Kemudian kita membantunya berjalan. Dia jatuh, tak kuat melangkah. Pertama-tama dia menangis. Lalu diam dan berdiri lagi. Dan berjalan lagi. Apakah dia menyerah di percobaan pertama? Apakah kita yang menyerah mengajarinya berjalan. Pastinya tidak!
Dan waktupun berlalu. Kini bayi itu bahkan dapat berlari. Dan sekarang sedang membaca tulisan ini. J
Bayangkan kalau bayi-bayi di dunia ini mudah menyerah!
Tidak ada manusia yang dapat berjalan. Dan kalau begitu yang ada hanyalah mahluk-mahluk yang berjalan dengan empat kaki.
Namun…..
Terpujilah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang!
Setiap dari kita sesungguhnya memiliki bakat ketangguhan. Itu alamiah! Seorang bayi bahkan tidak perlu motivator sekelas Anthony Robbin atau Mario Teguh memotivasinya untuk dapat berdiri sendiri kemudian berjalan.
Mereka tidak pernah patah semangat lalu menyerah dan menyalahkan NASIB.
Padahal Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau mereka sendiri tidak mengubah nasib mereka sendiri.
“Bila ku terjatuh nanti, ku kan siap tuk melompat lebih tinggi”
(Sheila on 7)
Ketangguhan itu tidak harus kita dapatkan dari orang lain. Yang kita perlukan hanyalah kembali kepada fitrah kita. Kembali menjadi tangguh seperti kita dulu. Mensyukuri anugerah-NYA. Itu saja.
Kalau setiap orang yang berupaya tangguh seperti bayi ketika belajar jalan. Kala mereka jatuh lalu langsung bangkit lagi. Maka kita akan melihat sebuah dunia benar-benar Luar Biasa.

 

Teddy Amry Powered by Blogger